Friday, July 27, 2018

Mengenal Hewan Primata di Pusat Primata Schmutzer




Pusat Primata Schmutzer adalah pusat primata terbesar di dunia, terletak di dalam Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta atau yang lebih kita kenal dengan Kebun Binatang Ragunan. Saya pribadi baru pertama kalinya mengunjungi pusat primata ini, padahal sudah lama dibangun. Sedangkan istri saya mengunjungi tempat ini kali ke tiga. Harga tiket masuk ke Kebun Binatang Ragunan Rp. 4000,-/ orang, sedangkan tiket masuk ke Pusat Primata Schmutzer Rp. 6.000,-/ orang. Cukup murah, karena itu tempat wisata ini menjadi favorit warga Jakarta.

Area pusat primata ini cukup luas, sebelum berkunjung ke sini saya sarankan siapkan stamina dulu ya. Tapi tenang saja, ada banyak bangku yang disediakan untuk istirahat sejenak setelah berkeliling. Bila bawa botol air minum dalam kemasan dan makanan, harus dititipkan di tempat penitipan. Air minum di dalam botol minum macam Tupperware, masih boleh kita bawa. Di dalam banyak disediakan kran air yang airnya bisa langsung diminum, jadi kalau haus bisa minum dari kran air itu.

Di dalam pusat primata ini, kita akan banyak menjumpai berbagai macam jenis primata dari yang besar sampai yang kecil. Mereka di tempatkan di dalam kandang yang cukup besar. Untuk primata yang berukuran besar seperti gorilla, orangutan dan simpanse, mereka cukup di tempatkan di area terbuka. Pengunjung hanya dibatasi pagar dan kanal.

Kita bisa melihat mereka dari sisi kandang, bisa juga melihat dari atas karena ada jembatan yang dibangun melintasi kandang. Seekor gorilla jantan yang bernama Kumbo menarik perhatian saya ketika melihat dari jembatan. Ukuran tubuh gorilla ini sangat besar dan sedang leyeh – leyeh ketika saya mencoba mengambil gambarnya. Menurut informasi yang ada di pusat primata ini, si Kumbo adalah jenis gorilla dataran rendah, dan rupanya pemimpin kawanan di tempat ini.

Si Kumbo
Selain dari sisi kandang yang dibatasi kanal dan jembatan, kita juga bisa melihat dari sisi lain. Yaitu dari goa buatan yang didalamnya didisain menyerupai diorama. Sambil menelusuri lorong goa, kita bisa menelusuri lorong goa sambil mengamati tingkah laku para primata dari balik kaca yang dipasang dibeberapa titik. Dari balik kaca ini, kami melihat beberapa ekor orangutan yang sedang asyik bermain.

Sayangnya ketika kami datang ke tempat ini. Tidak banyak para monyet atau kera yang terlihat. Mungkin karena kami tiba di tempat ini sudah siang, sekitar waktu dzuhur, mereka sepertinya sedang beristirahat. Hanya beberapa saja yang aktif. Di kandang – kandang primata, kami jumpai ada yang narsis ketika pengunjung mengambil gambar mereka. Ada juga kami jumpai seekor bekantan yang kelihatannya sedang sedih. Ada juga monyet – monyet yang saling mencari kutu. Ada juga terlihat sekeluarga sedang tidur siang.

Selain melihat tingkah polah primata yang menggemaskan ini, di tiap kandang juga terpampang informasi mengenai primata tersebut, seperti nama latinnya, habitatnya, masa berkembang biaknya, dan sebagainya. Pusat primata ini juga dilengkapi teater kecil dan museum sehingga semakin memberikan banyak informasi mengenai primata yang ada di objek wisata ini. Bagi yang suka ber foto ria, di sini ada taman patung yang isinya patung – patung primata yang ada di Pusat Primata Schmutzer. Ada banyak spot foto menarik di sana.

Ketika merasa lelah mengelilingi salah satu pusat primata terluas di dunia ini, saya dan istri saya duduk sejenak melepas lelah di salah satu bangku taman yang banyak bertebaran di tempat ini. Pohon – pohon yang rindang dan semilirnya angin menambah kenyamanan ketika berkunjung ke objek wisata ini.

Bagi yang ingin mengenal lebih dekat mengenai primata, atau ingin mengenalkan pada anak berbagai jenis primata, rasanya ini tempat yang tepat. Pusat Primata Schmutzer ini selain sebagai tempat rekreasi juga bisa sebagai sarana edukasi, terutama bagi anak – anak.

Transportasi dari Jakarta ke Bandung


Bandung adalah salah satu kota favorit yang banyak dikunjungi. Ibukota propinsi Jawa Barat ini menawarkan destinasi wisata yang beragam, mulai dari wisata alam sampai wisata kuliner. Tidak heran bila kota ini banyak dikunjungi wisatawan baik itu domestik maupun mancanegara.

Untuk mencapai kota Bandung banyak sarana transportasi umum yang bisa digunakan selain kendaraan pribadi. Kita bisa memilih transportasi mana yang sesuai dengan ketebalan dompet kita.


Bus

Sumber gambar: www.etransportasi.com
Bagi yang ingin ke Bandung dengan biaya murah, bus bisa jadi pilihan. Bagi warga Jakarta seperti saya, bila ingin pergi ke Bandung naik bus, bisa naik bus dari tiga terminal bus antar kota antar propinsi yaitu terminal Pulo Gebang, terminal Kampung Rambutan dan terminal Kalideres. Untuk pengguna bus yang tinggalnya jauh dari ke tiga terminal tersebut, bisa menggunakan bus Transjakarta untuk mencapainya.

Selain naik bus dari terminal bus antar kota antar propinsi, banyak juga biro perjalanan yang menawarkan bus atau lebih tepatnya minibus karena mobil yang digunakan adalah sekelas Isuzu Elf atau Toyota Hiace dengan kapasitas 14 orang. Harga tiketnya jelas sedikit lebih mahal dari bus antar kota antar propinsi yang berukuran besar.

Waktu tempuh perjalanan antara 3 jam sampai 5 jam tergantung kondisi jalan. Pada saat mudik lebaran, waktu tempuh bisa lebih lama lagi, karena kita akan menghadapi macetnya lalu lintas sepanjang perjalanan.


Kereta Api

Sumber gambar: www.simomot.com

Selain bus, kita juga bisa menggunakan kereta api untuk pergi ke Bandung. Bagi yang berdomisili di Jakarta seperti saya, kereta api yang digunakan adalah Argo Parahyangan yang berangkat dari stasiun Gambir menuju stasiun Bandung. Kereta ini adalah kereta kelas eksekutif, tapi ada juga yang kelas ekonomi pada rangkaiannya. Jadi kalau uangnya agak ngepas,bisa pilih yang kelas ekonomi ini. Walaupun kelas ekonomi, keretanya cukup nyaman dan bersih.

Harga tiketnya untuk yang eksekutif pada hari biasa Rp. 120.000. Untuk yang kelas ekonomi harga tiketnya Rp. 80.000 pada hari biasa. Tidak terlalu mahal, tapi memang agak mahal untuk yang ekonomi. Tapi sepadan dengan kenyamanan yang didapat sepanjang perjalanan.

Bila ingin yang lebih murah, bisa pilih kereta api Serayu yang berangkat dari stasiun Pasar Senen. Kereta ini tujuan akhirnya adalah stasiun Purwokerto. Untuk perhentian di Bandung, kereta ini berhenti di stasiun Kiara Condong.

Harga tiketnya Rp. 63.000 pada hari biasa. Cukup murah karena ini adalah kereta kelas ekonomi. Jauh lebih murah dari kelas ekonominya Argo Parahyangan. Waktu tempuhnya juga sedikit lebih lama dari Argo Parahyangan. Waktu tempuh Argo Parahyangan rata – rata 3 setengah jam. Sedangkan waktu tempuh kereta Serayu rata – rata 3 jam 40 menit. Tidak berbeda jauh sebenarnya.

Mau naik kereta dengan harga yang lebih murah? Bisa juga, tapi beberapa kali ganti kereta dan waktu tempuh jelas lebih lama. Saya tinggal di daerah Cakung, Jakarta Timur. Stasiun yang terdekat adalah stasiun Cakung. Untuk pergi ke Bandung saya naik Commutter Line dari stasiun Cakung menuju stasiun Tanjung Priok ( dari stasiun Cakung transit di stasiun Jakarta Kota kemudian dari stasiun Jakarta Kota menuju stasiun Tanjun Priok) harga tiketnya Rp. 4000. Dari stasiun Tanjung Priok naik kereta api Cilamaya/Walahar relasi stasiun Tanjung Priok - stasiun Purwakarta, harga tiketnya Rp. 6.000. Dari stasiun Purwakarta naik kereta api lokal Cibatu relasi stasiun Cibatu - stasiun Purwakarta, harga tiketnya Rp. 8.000 turun di stasiun Bandung.

Total harga tiketnya adalah Rp. 4.000 + Rp. 6.000 + Rp. 8.000 = Rp. 18.000. Sangat murah. Kereta – kereta ini berhenti di hampir setiap stasiun yang dilaluinya. Jadi waktu tempuhnya jauh lebih lama. Belum lagi ditambah waktu menunggu keretanya. Ada rupa ada harga. Tapi kalau memang mau irit banget uangnya, bisa pilih perjalanan naik kereta dengan cara ini.


Pesawat

Wings Air, maskapai yang melayani rute Jakarta - Bandung. Sumber gambar: www.rendy.ceo


Perjalanan ke Bandung bisa juga menggunakan pesawat. Bila perjalanan dari Jakarta, keberangkatannya melalui bandara Halim Perdana Kusuma. Ada penerbangan langsung ke bandara Husein Sastranegara, Bandung dengan waktu tempuh 30 menit penerbangan.

Harga tiketnya Rp. 385.000 pada hari biasa. Cukup mahal memang, tetapi sepadan. Bagi yang punya uang lebih dan harus cepat sampai di Bandung, pergi dengan pesawat bisa jadi pilihan.  Hanya dua penerbangan untuk rute Jakarta – Bandung setiap harinya. Yaitu sekali penerbangan ke Bandung dan sekali penerbangan ke Jakarta.

Itulah pilihan transportasi untuk pergi ke Bandung. Pilih yang sesuai dengan anggaran keuangan. Naik yang murah atau yang mahal yang penting selamat sampai tujuan. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Armor Kopi, Kedai Kopi Bernuansa Alam di Bandung



Sore hari yang cerah, sehabis mengunjungi Taman Hutan Rakyat Ir. H. Djuanda, saya dan istri saya mampir di Armor Kopi. Sebuah kedai kopi yang cukup unik menurut kami, karena kita ngopi bukan di dalam ruang tapi di alam terbuka. Semula lokasinya di dalam Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Sekarang kedai kopi ini berlokasi di luar Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, tepatnya di Jl. Bukit Pakar Utara No.10, Ciburial, Cimenyan, Bandung. Sekitar 500 meter dari Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

Kedai kopi ini memang terlihat sangat asri. Begitu sampai, kami menjumpai ada bangunan kecil terbuat dari kayu. Rupanya bangunan ini hanya untuk memesan dan tempat para barista mengolah kopinya. Sedangkan meja kursi untuk ngopi ada di luar bangunan. Sehingga kita ngopi di alam terbuka.

Selain kopi ada juga camilan dan makanan berat seperti nasi goreng dan bakso. Istri saya memesan kopi Cibodas Arabica, sedangkan saya sendiri lebih tertarik dengan kopi Liberica. Untuk kopi Liberica ini, barista mengatakan rasanya getir, jadi untuk menghilangkan kegetiran itu ia menyarankan agar ditambah susu. Saya akhirnya menyetujui saran dari barista ini, karena saya memang belum pernah meminum jenis kopi ini sebelumnya. Untuk camilannya kami memesan cireng dan tahu isi, untuk saya sendiri saya pesan juga nasi goreng karena perut terasa lapar sekali setelah berkeliling Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

Kopi Cibodas Arabica dan Kopi Liberica (dengan Vietnam Drip)
Setelah memesan, kami memilih salah satu meja yang ada di luar. Sambil menunggu pesanan, kami sempat berfoto di beberapa spot. Sementara itu para pelayan sibuk lalu lalang mengantar pesanan sambil meneriakkan nama pemesannya. Akhirnya nama saya dipanggil oleh pelayan sambil mengantar pesanan saya. Kopi yang saya pesan disajikan dengan Vietnam drip, susunya belum diaduk, jadi saya bisa mencicipi rasa asli kopinya. Ternyata kopinya tidak segetir yang saya bayangkan malah enak kalau menurut saya, sebenarnya kalau tanpa susupun tidak apa. Tapi istri saya tidak tahan dengan rasa getirnya begitu dia mencobanya. Sedangkan kopi pesanan istri saya memang sangat nikmat ketika saya mencobanya. Setelah tahu rasa asli kopinya, kemudian saya aduk susunya dan saya seruput lagi kopinya. Ternyata memang nikmat setelah dicampur susu, istri sayapun jadi menyukainya ketika mencobanya lagi karena rasa getirnya sudah jauh berkurang.

Kamipun menikmati secangkir kopi beserta hidangan pendamping yang lezat ditemani semilir angin nan sejuk dan pemandangan yang indah di sekitar kedai kopi. Harga kopinya sendiri sekitar Rp. 21ribu, begitu juga harga makanannya tidak jauh berbeda. Kalau ingin minum air putih, di kedai kopi ini juga ada air kemasan. Harganya Rp. 5ribu untuk 330 ml, cukup mahal ya. Bagi para pecinta kopi yang ingin ngopi sambil menikmati keindahan alam, datang aja ke kedai kopi di wilayah Dago, Bandung ini. Kedai kopi ini memang menawarkan sensasi ngopi di alam terbuka yang menjadi unggulannya.

Tidak terasa hari semakin sore dan cuaca menjadi mendung karena masih musim penghujan. Resiko ngopi di alam terbuka adalah ketika hujan tiba – tiba turun. Kami pun akhirnya memutuskan untuk segera kembali ke penginapan. Walaupun begitu, kami merasa puas bisa mengunjungi Armor Kopi. Kedai kopi ini memang salah satu tempat yang ingin kami kunjungi ketika traveling ke Bandung.

Taman Hutan Rakyat Ir. H. Djuanda, Berkunjung ke Goa Jepang dan Goa Belanda


Pagi menjelang siang yang lumayan cerah sekitar pukul 10.30 saya dan istri saya mengunjungi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, setelah beristirahat sejenak di penginapan sehabis setelah menempuh perjalanan dengan kereta api sekitar 3,5 jam dari Jakarta. Harga tiket masuk ke obyek wisata ini cukup murah, hanya Rp. 12.000,- per orang. Dengan harga segitu kita sudah bisa berkeliling sampai puas di dalam area Taman Hutan Raya ( selanjutnya disingkat Tahura) Ir. H. Djuanda.

Di dalam Tahura Ir. H. Djuanda ada berbagai macam obyek wisata seperti Goa Jepang, Goa Jepang, Goa Belanda, Penangkaran Rusa, Tebing Keraton dan banyak lagi. Saya dan istri saya memilih Goa Jepang dan Goa Belanda untuk dikunjungi. Ke dua goa ini memang sudah lama dikenal dan membuat penasaran untuk dikunjungi.

Dari pintu gerbang Goa Jepang mengarah ke kiri sedangkan Goa Belanda mengarah ke kanan. Kami putuskan untuk mengunjungi Goa Jepang terlebih dahulu. Sesampainya di Goa Jepang, kami menjumpai lorong – lorong yang dibuat pada bukit berbatu. Lorong – lorong ini tidak dilapisi semen oleh pihak Jepang, dibiarkan apa adanya. Lorong – lorongnya sangat gelap sehingga harus menggunakan senter untuk menjelajahinya. Senter bisa kita dapatkan dengan cara menyewa dengan harga Rp. 5000,- per senter. Kita juga bisa menggunakan jasa pemandu wisata dengan  tarif Rp. 40.000,-


Begitu memasuki Goa yang kami rasakan adalah gelap dan lembab serta ada semilir angin dingin dari dalam Goa. Sebenarnya Goa ini sudah dilengkapi lampu, tetapi lampu – lampu ini sudah lama rusak. Menurut pemandu lampu – lampu ini rusak karena adanya rembesan air dari atas goa, karena di atas goa dibangun jaringan pipa PDAM. Rembesan air inilah yang menyebabkan kondisi Goa jadi lembab dan dingin. “Anginnya sendiri berasal dari lubang – lubang ventilasi” kata pemandu sambil menunjukkan lubang – lubang ventilasi yang dimaksud.

Pemandu kemudian menunjukkan bagian – bagian yang dulu digunakan sebagai dapur, penyimpanan logistik, penyimpanan amunisi dan ruang tidur bagi para petinggi militer Jepang. Pemandu menjelaskan Goa ini juga befungsi sebagai barak militer. “Para prajuritnya sendiri tidur di sepanjang lorong Goa ini” Kata pemandu, ketika kami tanyakan di mana tidurnya para prajurit di Goa ini.



Setelah puas berkeliling Goa dan berfoto di depan Goa, kamipun berjalan menuju Goa Belanda yang jaraknya kurang – lebihnya ada 1 km dari Goa Jepang. Perjalanan yang lumayan menantang karena jalannya naik turun dan berkelok. Sesampainya di Goa Belanda, kami melihat Goa yang agak berbeda dengan Goa Jepang. Sebenarnya sama – sama dipahat di bukit batu. Yang membedakan dengan Goa Jepang adalah Goa Belanda dindingnya telah disemen, kemudian daun pintunya yang terbuat dari besi masih ada, sedangkan Goa Jepang daun pintunya sudah tidak ada.

Fungsi Goa Belanda ini sama dengan Goa Jepang, tapi ada juga yang membedakannya dengan Goa Jepang. Pemandu kami menunjukkan satu ruangan yang dulunya dipakai untuk interograsi tahanan, dan beberapa ruangan yang dulunya berfungsi sebagai sel tahanan. Perbedaan lainnya dengan Goa Jepang adalah adannya pintu tembus ke belakang bukit, sedangkan Goa Jepang tidak ada pintu tembus. Jadi bila ingin ke obyek wisata yang jalurnya ada dibalik bukit, kita bisa mengambil jalan pintas melalui Goa Belanda ini.

Setelah puas melihat  melihat Goa Jepang dan Goa Belanda, kami berdua menikmati pemandangan alam, sambil memperhatikan tingkah polah monyet – monyet yang banyak berkeliaran di Tahura Djuanda ini. Bagi para pengunjung disarankan untuk tidak menenteng kantong kresek, karena para monyet ini akan merampasnya. Botol air mineral yang dipegang istri sayapun tidak luput dari incaran monyet, walaupun mereka tidak merampasnya.

Puas berkeliling, tak terasa hari semakin siang. Kamipun mengakhiri kunjungan dan memutuskan untuk makan siang di luar Tahura Djuanda. Kami mendapat pelajaran untuk lebih menghargai alam dan warisan sejarah yang di dalamnya. Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ini harus benar – benar dijaga kelestariannya. Apalagi ini satu – satunya hutan yang masih tersisa di Bandung.